Jenang Candi
Desa candi yang terletak tidak jauh dari kota Magetan terkenal
dengan jajanan jenang abang. Jajanan ini lebih dikenal masyarakat
dengan sebutan jenang dodol. Sejarah dari jenang Candi ini ternyata
telah ada sejak jaman Belanda. Saat itu didesa Candi ada sebuah pasar
yang masyarakat sekitar menyebutnya Pasar Londo (Belanda). Pasar
tradisional tersebut buka setiap pagi layaknya pasar tradisional pada
umumnya. Namun ketika sore pasar tersebut berubah menjadi pasar jenang
yang menjual berbagai macam jenang atau dodol. Sayangnya sekarang pasar
tersebut sudah tidak ada lagi. Lokasi pasar tersebut pun kini digantikan
dengan bangunan perumahan masyarakat.
Mengetahui sejarah jenang candi yang melegenda, pada tahun 1993
Mursiah yang saat itu menjual jajan pasar kecil-kecilan berniat untuk
mengembalikan ketenaran jenang candi tersebut. Dengan bahan yang sangat
terbatas, Mursiah mencoba membuat 5 kg jenang Candi. Dijajakannya jenang
tersebut diantara jajanan pasar yang telah terlebih dahulu didagangkan.
Tak disangka jenang Candi tersebut ternyata laris dibeli oleh
pelanggan. “Sudah lama saya ingin menjual jenang candi. Namun karena
keraguan dan proses yang sangat lama saya enggan untuk membuatnya.
Karena jajanan jenis lain lebih mudah dan tidak memakan banyak waktu,”
ungkapnya.
Memang dalam proses pembuatan jenang candi terbilang memakan banyak
waktu dan tenaga. Dibutuhkan wajan besar, kompor tradisional atau yang
sering disebut pawon agar panasnya stabil. Untuk membuat satu wajan
besar dibutuhkan 50 butir kelapa tua, tepung ketan dan tepung beras 20
kg, gula merah 20 kg gula putih 4 kg. Yang kemudian diaduk dengan
tahapan masing masing sesuai urutan selama 8 jam. Agar cita rasa yang
dihasilkan memiliki rasa yang khas, Marsiah mengaduk jenang buatannya
tersebut dengan menggunakan tenaga tangan. “Pernah dulu saya mencoba
menggunakan alat yang lebih modern, dengan maksud untuk mempermudah
perjaan. Namun rasa khas dan cita rasa sangat berbeda dengan cara
tradional. Akhirnya sampe sekarang proses mengaduk jenang tidak
menggunakan peralatan modern. Hanya dalam proses persiapan seperti
memarut kelapa menggunakan slep diesel,” jelasnya.
Untuk hari biasa, dalam sehari Marsiah dapat menjual satu wajan besar
jenang. Setiap satu wajan menghasilkan 50 loyang kecil. Perloyangnya
Mursiah menjual jenang ini seharga 30.000 rupiah. Permintaan jenang
Candi ini akan meningkat ketika akhir pekan dan hari libur atau pesanan
pesta pernikahan. Dibantu empat karyawan pengaduk handal dengan tenaga
dan stamina yang sudah tidak diragukan lagi, pada akhir pekan atau hari
libur Mursiah berhasil membuat jenang 3-4 wajan besar. “Biasa kalau saat
liburan, omzet penjualan meningkat. Apalagi saat ada pesanan.
Kesulitannya adalah mencari tenaga kerja dengan spesifikasi tenaga dan
kesabaran yang lebih untuk menghasilkan banyak jenang,” pungkasnya.
Atas ketekunan dan kesabaran Mursiah, jenang Candi berhasil bangkit
dan dikenal luas. Apalagi toko jajanan ini berada tepat dijalur wisata
Telaga Sarangan. Sering menjadi persinggahan para pelancong dari
berbagai daerah untuk sekedar mencari oleh-oleh.
0 Response to "Jenang Candi"
Posting Komentar